PEMUDA TANGGAP BENCANA
(Pemuda dan Sosialisasi)
BUMI pertiwi saat ini berduka terus ditimpa bencana. Dari Banjir Wasior, tsunami Mentawai sampai meletusnya Merapi. Tak sedikit nyawa dan harta benda terenggut menjadi korban “kehebatan” alam ini.
Bencana seperti ini pun bukan datang pada saat ini saja, melainkan sudah sedari dulu negeri ini “akrab” ditimpa bencana. Melihat demikian, fondasi kesadaran masyarakat Indonesia untuk peduli korban bencana sudah terbangun dari dulu secara alamiah. Pun ini diperkuat dengan ciri khas bangsa Indonesia yang kuat dalam hal ikatan kekeluargaan dan persaudaraan. Tak bisa dipungkiri, bencana malah menjadi sarana penguat rasa persatuan dan kepedulian bangsa Indonesia.
Tak terkecuali dengan kepedulian pemuda Indonesia. Pemuda mengambil peran sangat penting ketika terjadinya bencana. Ini bisa dilihat dari peristiwa meletusnya Gunung Merapi, pemuda adalah garda terdepan dalam upaya penyelamatan masyarakat. Para pemuda berjuang tanpa pamrih mengevakuasi masyarakat, terutama jompo, anak-anak serta ibu-ibu di wilayah bencana Merapi. Apa yang dilakukannya ini, tak jarang pemuda harus mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan orang lain.
Penulis kebetulan tinggal di Yogyakarta. Sebagai mahasiswa, penulis pun terlibat dan merasakan adanya solidaritas luar biasa dari sesama para mahasiswa–notabene adalah pemuda yang sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Para mahasiswa melakukan aksi penggalangan dana dan materi di kampus, di perempatan jalan, di tempat umum bahkan di objek wisata. Bahkan, ada mahasiswa yang berdemo mengkritik pemerintah di jalanan atas sambil menggalang dana untuk korban bencana.
Lebih nyata lagi, banyak ditemui juga mahasiswa yang menjadi sukarelawan-sukarelawan penanggulangan bencana Merapi. Mereka bergabung dengan sukarelawan-sukarelawan lain dari PMI, Bulan Sabit Merah, pemerintah, TNI, polisi serta lembaga-lembaga bantuan lain. Tak jarang, organisasi mahasiswa pun ikut membuka posko-posko sendiri untuk kepentingan penyaluran bantuan serta perawatan pada korban bencana. Suatu kebetulan, maraknya bencana kali ini sangat berdekatan dengan peristiwa sejarah Pemuda Indonesia, yakni Sumpah Pemuda, 28 Oktober.
Ini menjadi kesempatan besar bagi pemuda Indonesia menjadi garda terdepan aksi tanggap bencana di Indonesia. Apa yang dikatakan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda 2010 pun patut menjadi refleksi utama. Bahwa semangat Sumpah Pemuda kian relevan untuk terus dikembangkan para pemuda di tengah situasi bencana yang melanda Indonesia saat ini. “Satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa harus semakin dipahami pemuda Indonesia agar apa yang dirasakan saudara yang satu, saudara yang lain merasakan keprihatinan yang sama.”
Tentu, tidak semua pemuda mau menyingsingkan lengan baju untuk turut serta membantu korban bencana alam. Masih banyak pemuda yang hidup dalam pragmatisme dan hedonisme kehidupan yang secuil peduli terhadap sesama. Mereka nyaman dengan kehidupannya, di sisi lain saudara se-Indonesia hidup susah di sentrum bencana.
Sesungguhnya, inilah yang menjadi bencana sesungguhnya bagi masa depan bangsa Indonesia. Ketika negeri ini rawan pada bencana-bencana, masih banyak pemuda yang belum terlibat pada aksi tanggap bencana. Semoga momentum Sumpah Pemuda bisa menyadarkannya. Hidup Pemuda Indonesia!(*)
Inilah yang diharapkan jika pemuda saat ini sudah mampu untuk bersosialisasi dan bergotong royong maka negara ini semakin lama akan maju dan berkembang. Negara akan hancur jika pemudanya sudah tidak ada yang perduli lagi
http://kampus.okezone.com/read/2010/11/05/95/390070/pemuda-tanggap-bencana